Rabu, 22 Januari 2014

KELOMPOK 3
1.      Adam Mauland Pradana          (111.0001)
2.      Andi Fachrudi                                     (111.0009)
3.      Argita Putri                              (111.0013)
4.      Gusti Ayu                                (111.0059)
5.      Pepi Umami                             (111.0099)
6.      Ratih Kurnia                            (111.0109)
7.      Retno Dwi Jayanti                   (111.0117)


DERMATITIS DIAPERS
LATAR BELAKANG
Tidak hanya manusia dewasa saja yang seringkali mengalami gangguan kulit, hal tersebut juga sering terjadi pada anak kita. Apalagi struktur kulit anak kita tersebut masih belum sempurna tentunya hal tersebut semakin membuat anak kita mengalami banyak sekali gangguan kesehatan yang terdapat pada kulitnya. Untuk itu para orang tua harus mengetahui berbagai jenis penyakit yang seringkali menyerang anak kita.
Sebagai orang dewasa, ketika ada nyamuk saja yang menggigit kulit kita, rasanya sudah tidak nyaman, dengan rasa gatal dan bentol yang menyiksa. Bayangkan apa rasanya jika si bayi, yang struktur kulitnya belum sempurna, harus mengalami masalah kulit. Wah, pasti amat tidak nyaman. Padahal, tanpa kita sadari, masalah pada kulit pada bayi adalah kesalahan para orang yang mengurus si bayi. Bagi yang memiliki bayi tentu anda tidak asing lagi dengan adanya bercak-bercak merah di kulit daerah yang terpasang popok. Bercak ini timbul terutama bila popok tidak diganti dalam waktu yang lama. Bercak ini dikenal sebagai diaper rash atau dermatitis popok, dinamakan demikian karena penyakit ini biasanya terjadi akibat penggunaan popok.
Dalam perawatan kebersihan bayi dan balita, hingga saat ini memakaikan popok pad bayi dab balita merupakan cara yang paling praktis, efektif, dan higienis, untuk menampung urin dan feces agar tidak menyebar pada saat buang air kecil maupun buang air besar. Namun sesungguhnya kulit bayi dan balita tidak siap intuk mengatasi keadaan yang dapat timbul akibat kontak lama dengan urin dan feces yang disebabkan ole pemakain popok.Walaupun berbagai usaha telah dilakukan untuk mendapatkan popok yang ideal, eksim popok masih merupakan salah satu maslah kulit yang terdapat pada bayi dan balita. Kurang lebih 50% bayi dan balita yang menggunakan popok pernah menderita eksim popok. Untuk mencegah hal tersebut, perlu diketahui bagaimana memilih popok yang baik, cara pemakaian popok yang benar, dan cara perawatan kulit daerah popok.

PEMBAHASAN
PENGERTIAN RUAM POPOK (DIAPER RUSH)
Ruam popok sering disebut juga dengan diaper rush atau diaper dermatitis. Ada beberapa pengertian tentang ruam popok, yaitu:
1.            Inflamasi akut pada kulit yang disebabkan secara langsung atau tidak langsung oleh pemakaian popok
2.            Merupakan dermatitis kontak iritan karena bahan kimia yang terkandung dalam urine dan feces
3.            Akibat akhir karena kontak yang terus-menerus dengan keadaan lingkungan yang  tidak baik, sehingga meyebabkan iritasi/ dermatitis pada daerah perinal
Diaper rush (ruam popok) adanya keluhan bintik merah pada kelaimn dan bokong pada bayi yang mengenakan pampers di sebut diakibatkan oleh gesekan-gesekan kulit dengan pampers.
Salah satu penyakit kulit yang kerap menimpa bayi dan balita adalah eksim popok (diaper rush). Penyakit ini menurutnya, terutama disebabkan oleh belum sempurnanya fungsi kulit bayi.
Ada beberapa penyebeb ruam popok. Salah satunya yaitu kontak yang lama dan berulang dengan bahan iritan, terutama urine dan faeces. Bahan kimia pencuci popok seperti sabun, deterjen, pemutih, pelembut pakaian dan bahan kimia yang dipakai oleh pabrik pembuat popok disposable juga dapat menyebabkan ruam popok Meskipun urine dan faeces merupakan penyebab utama, kombinasi faktor lainnya juga memberikan kontribusi terhadap terjadinya ruam popok.
Diaper rash atau ruam popok timbul di kulit yang ditutupi popok. Ruam popok biasanya mengenai bayi atau anak di bawah usia 2 tahun.Hampir semua bayi pernah mengalami ruam popok, sekurang-kurangnya sekali dalam 3 tahun pertama kehidupannya, dengan angka kejadian yang lebih tinggi pada usia 9 – 12 bulan. Usia ini adalah dimana bayi mulai belajar duduk dan mulai makan makanan padat sehingga tinjanya menjadi lebih asam.
Walaupun dinamakan diaper rash, tetapi penyakit ini tidak hanya terjadi pada bayi yang menggunakan popok tetapi juga pada semua kelompok usia yang menggunakan popok, seperti pasien dengan inkontinensia.
Biasanya, terjadi karena salah pemakaian popok. Popok memiliki batas kapasitas tampung urin dan tinja. Jika kotoran sudah melebihi daya tampung, bisa jadi akan kembali berkontak dengan kulit. Tak bisa diukur secara kasat mata, memang, namun, sekarang sudah ada beberapa popok yang memiliki pengukur.Solusinya memang butuh kejelian dari orang yang mengasuh anak. Setiap kali sudah mulai terasa berat, atau sudah terasa agak berat, segera bersihkan dan keringkan daerah kelamin si bayi, beri krim, dan ganti popoknya. Ruam popok paling sering terjadi saat bayi tertidur di malam hari karena kadang orangtua jarang memerhatikan popok si bayi di malam hari. Apa yang perlu di ketahui?
Penyebabnya adalah popok yang telah terkotori oleh air kemih atau tinja bayi. Sebuah perawatan sederhana adalah membiarkan bokong bayi terbuka agar kulitnya bisa berkontak dengan udara.
Jamur adalah penyebab umum dari ruam popok yang tiadak sembuh-sembuh dan memerlukan obat khusus untuk perawatannya. Jika bayi anda mendapat anti biotik, resiko terinfeksi jamur akan meningkat.
Celana plastik atau ikatan yang kencang dari popok sekali pakai dapat memperparah ruam.
Sebagian besar bayi pernah mengalami ruam popok.

JENIS DIAPER RUSH:
1.            Jenis rash popok terlazim berkaitan dengan efek amonia pada kulit bayi yang halus. Amonia dihasilkan sewaktu urina (air seni). Masih ada hubungannya dengan tinja, walaupun dalam waktu yang singkat. Enzim yang terkandung dalam produksi sisa usus mempengaruhi urina, sehingga terjadilah urina- suatu senyawa yang keras dan menyebabkan rash pada kulit yang halus.
Rash khas berwarna merah, bersisik malah mungkin disertai gelembung serta borok. Mungkin anda dapat mencium bau amonia yang kuat sewaktu mengganti popok bayi anda.
Dasar pengobatannya adalah mencegah kontak antara urina dan tinja. Maka tukarlah popok bayi anda secepat mungkin setelah ia kotor. Membiarkan bayi menyepak-nyepak handuk dalam ruang yang hangat juga membantu penyembuhan kulit yang basah di pantatnya. Pada rash popok yang parah dari jenis ini, jika bayi dapat dirawat untuk waktu yang lama di dalam ruangan hangat tanpa popok, maka rash akan hilang semuanya dengan cepat. Bilas popok kain handuk dengn cermat untuk membuang sabunnya. (Popok Terry lebih disukai untuk penggunaan di waktu malam. Yang sekali pakai akan basah kuyup sama sekali selama malam hari).
Setiap pengganti popok, oleskan jeli petroleum halus atau cream seng dan minyak kastor pada pantat bayi anda. Walaupun tidak langsung mengobati masalah ini, krim ini akan melindungi kulitnya sampai tingkat tertentu dari efek amonia.
2.            Dermatitis seboreika menjadi sebab rash popok terlazim berikutnya. Ia disebabkan oleh penyebab yang sama seperti topi ayunan. Sehingga jika bayi anda menderita topi ayunan serta bercak merah dan bersisik pada lipatan ketiak, leher dan sebagianya- perhatikan gejala serupa dalam area popok.
Kembali, krim seng dan minyak kastor bermanfaat dalam kasus ringan. Jika masalahnya lebih parah, sedikit krim hidrokortison dari dokter akan cepat mengobati masalah ini.
3.            Infeksi jamur yang menyebabkan thrush menjadi penyebab rash popok lainnya. Biasanya ini timbul pertama kali di sekeliling lubang dubur dan menyebar ke bokong. Ini timbul karena bayi sering menderita infeksi thursh di dalam mulutnya di samping rash popoknya. Kemudian infeksi melintasi saluran perncernaan dan mengenai kulit di sekeliling lubang dubur.
Infeksi ini merupakan rash merah padam dengan tepi berbatas tegas. Perlu pengobatan dengan krim Nystatin untuk menyembuhkan keadaan ini. Infeksi thursh di dalam mulut juga diobati dengan Nystatin tetapi dalam bentuk tetes.
4.            Akhirnya bokong yang lecet akut dapat disebabkan oleh diare. Kulit disekeliling lubang dubur menjadi merah dan sakit, karena efek tinja yang basah. Pengobatan harus ditunjukkan untuk diare. Untuk mengobati rash yang menyertai, bokong perlu dianginkan dan dipoles krim yang menyejukkan. Tak perlu menyalahkan diri sendiri jika bayi anda menderita rash popok. Usahakan agar ia sebersih dan sekering mungkin sesuai kemampuan anda- anginkan bokong sesering mungkin- berikan pengobatan yang tepat untuk masing-masing jenis rash. Dengan cara itu anda telah melakukan yang terbaik untuk bayi anda. Sering rash popok lebih menyakitkan sang ibu daripada bayi. Dan setelah pemakaian popok dihentikan, rash akan menghilang.
  
PENYEBAB
Kulit bayi tipis dari orang dewasa, sehingga zat-zat dari luar sangat mudah meresap ke dalam kulit. Berfungsi sebagai pelindung. Kulit berperan sangat penting dan memerlukan peralatan khusus. Perawatannya tergantung pada jenis kulitnya. Kulit orang dewasa misalnya berbeda dari kulit anak-anak apalagi bayi.
Banyak yang mengatakan bahwa kulit bayi sangat lembut dan halus. Memang benar demikian friksi pada kulit bayi kerap terjadi. Di samping friksi antara kulit juga terjadi antara kulit dengan produk-produk yang menempel pada tubuh bayi seperti pakaian atau popok. Bila dalam keadaan lembab maka gesekan ini mengiritasi kulit sehingga fungsi kulit sebagai pelindung tubuh menurun. Contoh turunnya fungsi kulit bayi adalah bintil-bintil kemerah-merahan pada pipi atau dahi karena keringat.
Penggunaan popok kerap menimbulkan masalah kulit bayi, yaitu ruam popok (diaper ruish) pada bayi atau anak yang mempunyai kulit sensitif. Iritasi bisa terjadi karena urin. Penyebabnya Diaper rush antara lain:
a.       Kebersihan kulit yang tidak terjaga
b.      Jarang ganti popok setelah bayi/anak kencing,
c.       Udara/suhu lingkungan yang terlalu panas/lembab.
d.      Akibat menceret/ Diare sehingga menyebabkan iritasi kulit
e.       Reaksi kontak terhadap karet, plastik, deterjen.
f.       Kulit tidak kering benar (masih lembab atau basah)
g.      Air kencing berubah menjadi amonia.
h.      Banyak keringat pada lipatan kulit.
i.        Terlalu lama dibiarkan dengn popok yang basah
j.        Kulit bayi masih peka sehingga mudah iritasi
k.      Popok yang basah karena urin dan feses yang tidak segera diganti (enzim protease dan lipase)
l.        Lebih parah pada bayi yang mengkonsumsi susu formula (pada susu formula kandungan protein lebih tinggi sehingga kadar amonia/urea lebih pekat)
m.    Infeksi jamur Candida albicans dan infeksi bakteri Staphylococcus menyebabkan perubahan sistem imun

Tanda dan Gejala
a.       Iritasi pada kulit yang terkena muncul sebagai crytaema
b.      Crupsi pada daerah kontak yang menonjol, seperti pantat, alat kemaluan, perut bawah paha atas.
c.       Keadaan lebih parah terdapat : crythamatosa.
d.      .Kulit kemerahan dan lecet. Kulit pada lipatan kaki lecet dan berbau tajam.
e.       Awal ruam biasanya timbul di daerah kelamin, bukan di dubur.
f.       Beruntutan di daerah kelamin, pantat, dan pangkal paha.
g.      Timbul lepuh-lepuh di seluruh daerah popok.
h.      Bila penyakit telah berlangsung lebih dari 3 hari, daerah tersebut sering terkolonisasi ( ditumbuhi) oleh jamur, terutama jenis Candida Albicans, sehingga kelainan kulit bertambah merah dan basah
i.        Mudah terjadinya infeksi kuman, biasanya staphylococcus aureus atau Sreptococcus beta hemolyticus sehingga kulit menjadi lebih bengkak, serta di dapatkan nanah dan keropeng
j.        Bayi menjadi rewel karena rasa nyeri.

Dampak bagi tingkah laku Anak:
a.       rewel karena gatal.
b.      susah tidur, gelisah.
c.       garuk-garuk, bisa sampai baret dan berdarah-darah kalo langsung digaruk ditempat yang ruam.
Bagi Orang tua:
a.       Gelisah, tidak tenang, apalagi kalau sudah di treatment, tapi tidak  sembuh-sembuh sampai lama.
b.      Ikut sedih kalo anak lagi rewel karena gatel.
c.       Semakin khawatir kalau ruam sampai tergaruk, baret, dan berdarah


ASUHAN ANAK DENGAN RUAM POPOK
A.  PENGKAJIAN:
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan terhadap ruam. Biasanya tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium kecuali dicurigai penyebabnya adalah infeksi jamur dan reaksi alergi.Pada kecurigaan reaksi alergi diperlukan pemeriksaan kulit untuk menentukan agen penyebab alergi.
1.            Umur. Ruam popok umumnya terjadi pada anak yang berusia kurang dari 2 tahun. Setelah berumur 2 tahun ke atas, anak jarang mengalamihal ini. Insiden terbanyakterjadi pada anak yang berusia 9-12 bulan.
2.            Pola kebersihan cenderung kurang, terutama pada daerah perianal, bokong dan perut bagian bawah. Apabila selesai BAB (Buang Air Besar- Berak)/ BAK (Buang Air Kecil- Kencing), daerah pantat tidak dibersihkan dengan air sebelum diganti dengan popok yang bersih. Selain itu, popok basah karena terkena urine/feses yang tidak segera diganti, bahkan sampai kering kembali akan mempermudah terjadinyan ruam popok.
3.            Bayi sering menggunakan popok plastik yang kedap air dan diposable, yang terbuat dari bahan sintetis, dalam waktu lama.
4.            Perlu dikaji bagaimana cara ibu mencuci pakaian dan popok. Apabila menggunakan popok (misalnya: pampers), harus diganti setiap beberapa jam. Pencucian yang tidak bersih dapat menyebabkan terjadinya ruam popok karena detergen tertinggal pada pakaian.
5.            Pada pemeriksaan daerah bokong terdapat bintik-bintik kemerahan yang kadang-kadang berisi nanah. Demikian juga pada daerah bawah perut.
6.            Anamnesa faktor alergi. Kemungkinan anak sensitif terhadap detergen/ sabun cuci yang digunakan atau anak alergi terhadap popok disposable.

B. DIAGNOSIS MASALAH:
1.      Ruam pada pantat
2.      Pola kebersihan kurang
3.      Kemungkinan alergi pada detergen
C. PERENCANAAN/ INTERVENSI:
1.            Hindari penggunaan sabun yang berlebihan untuk membersihkan daerah pantat/bokong. Sabun yang berlebihan dan keras sifatnya dapat menyebabkan iritasi.
2.            Sebaiknya gunakan kapas dengan air hangat atau kapas dengan minyak untuk Membersihkan bokong bayidengn lembut dan menggunakan waslap dan mengeringkan bagian yang ada di antara lipatan-lipatan secara seksama setiap kali mengganti popok
3.            Mengusap dari arah depan ke belakang saat membersihkan bokong bayi, sehingga menjauhkan kotoran dari daerah kemaluan serta menghindari infeksi.
4.            membersihkan daerah perianal segera setelah BAB/BAK.
5.            Bila terdapat bintik kemerahan, berikan krem atau salep, dan biarkan terbuka untuk beberapa saat. Oleskan salep zinc oxide atau salep penahan antara kulit dan popok
6.            Sebisa mungikn, biarkan bayi tanpa popok. Jika sudah parah
7.            Jika penyebabnya adalah infeksi jamur, anda harus berkonsultasi dengan dokter tentang obat apa yang harus digunakan. Bila radang masih berlanjut atau bertambah parah
a.       Segera bawa berobat ke dokter. Dokter akan memberikan krim atau salep yang mengandung kortikosteroid untuk mengatasi radang. Obat tersebut biasanya dioleskan 2-3x sehari sampai kemerahan pada kulit hilang. Jangan mengguanakan krim tersebut secara terus menerus bila radang sudah teratasi karena dapat menimbulkan efek samping, antara lain  kulit menjadi tipis (atrofi).
b.      Kemungkinan juga telah terjadi infeksi sekunder oleh jamur atau kuman, sehingga diberikan krim atau salep yang mengandung anti jamur atau anti bakteri. Gunakan obat tersebut sesuai dengan petunjuk dokter.
8.            Jaga agar kulit tetap kering dengan cara:
a.       Apabila menggunakan popok kain, perhatikan agar sirkulasi udara tetap terjaga.
b.      Apabila menggunakan popok disposable, pilihlah yang menggunakan bahan super absorbent yaitu popok yang terbuat dari bahan yang mengandung gel penyerap. Gel ini menyerap air secara kuat sehingga kulit tetap kering dan dapat mengontrol pH urine/ feses
c.       Hindari penggunaan popok/ celana yang terbuat dari karet atau plastik.
d.      Penggunaan bedak talk dapat menjaga agar kulit tetap kering, tetapi sangat berbahaya jika masuk ke dalam saluran napas dan dapat menyebabkan iritasi kulit perianal bial tercampur dengan urine/ feses. Apabila ingin menggunakan bedak, gunakan bedak yang terbuat dari serbuk jagung (corn starch), karena relatif lebih aman. Tuangkan pada kasa/ tangan/ saput lalu taburkan pada bagian luar saja
e.       Berikan posisi yang selang-seling, terutama pada daerah pantat agar pantat tidak tertekan dan memberikan kesempatan pada bagian tersebut untuk kontak dengan udara.
f.       Pakaian, celana, atau popok yang kotor sebelum dicuci sebaiknya direndam dulu dalam air yang dicampur acidum boricum, kemudian dibilas, lalu keringkan. Hindari penggunaan detergen atau pengharum pakaian.
g.      Jaga kebersihan tubuh dan lingkungan secara umum.

Beberapa cara untuk mengobati ruam popok adalah :
1.            Popok sebaiknya diganti lebih sering dari biasanya.
2.            Kulit sebaiknya dibersihkan dengan sabun khusus bayi kemudian dikeringkan.
3.            Kulit harus dijaga kebersihannya, tetapi hindari menggosok-gosoknya, karena dapat menimbulkan iritasi yang lebih parah. Setelah dibersihkan, biarkan kulit terbuka, dan tunda memasang popok selama beberapa jam. .
4.            Beberapa makanan tertentu tampaknya memperparah ruam. Hindari makanan tersebut sama ruam sembuh.
5.            Jika ruam disebabkan oleh dermatitis kontak atau alergi (eksim), hentikan penggunaan sabun atau deterjen yang baru yang mungkin menjadi penyebab ruam.
6.            Jika ruam disebabkan infeksi kandida, perlu diberikan salep anti jamur yang dapat dibeli bebas.
7.            Salep steroid dapat digunakan pada ruam yang disebabkan oleh alergi, atopi, atau seboroik, tapi jangan digunakan pada ruam yang disebabkan oleh jamur.
8.            Seng oksidan biasanya juga efektif.
9.            Dengan cara menganginkan pantat bayi lebih lama sebagai salah satu tindakan pencegahan.
10.        Popok harus sering diganti, mencegah pemaparan kulit krim sena dan minyak kastol 0,5-1%.
11.        Gunakan sabun bila bayi buang air besar. Setelah itu, keringkan kulit dengan handuk lembut, beri bedak dan popok bisa pasang lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad,syaifuddin ali.2008.15 Langkah Jitu Menjaga Kesehatan anak Sejak Bayi.Yogyakarta:Pelangi Multi Akasara hal: 173
Eisenberg, arlene dkk.1994.Bayi Pada Tahun pertama: apa yang Anda hadapi per bulan.Jakarta: Arcan)hal:216
Fakulatas kedokteran universitas indonesia.2002.Perawatan akulit Pada bayi Dan Balita.Jakarta:FKUI hal 20
Fenwick,Elizabeth.1999.Merawat Bayi.jakarta:Dian Rakyat)hal:16
Gilbert,Patricia.1995.Penyakit Yang Lazim Pada Anak-anak.Arcan:Jakarta)hal:42
http://lenteraimpian.wordpress.com/2010/03/05/masalah-masalah-yang-lazim-terjadi-pada-bayi-dan-anak/
http://mybabynmom.wordpress.com/2009/08/18/masalah-kulit-pada-bayi-dan-anak/iaper rash
http://bayibalita.com/2010/10/penyebab-cara-mengatasi-ruam-popok/
Kelly, Paula .2001.Bayi Anda Tahun Pertama.Jakarta:arcan. Halaman 171
Nursalam dkk.2005.Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak.Jakarta:Salemba medika.hal:104


HUBUNGAN PERAWATAN PERIANAL BAYI DENGAN KEJADIAN DERMATITIS DIAPERS PADA BAYI USIA 0-6 BULAN YANG MENGGUNAKAN DIAPERS DI WILAYAH KELURAHAN KETAWANGGEDE MALANG
Endang Sri Wahyuni*, Rinik Eko Kapti**, Siti fatimah***
Abstrak
Dermatitis diapers adalah bercak kemerahan meradang disertai kulit yang keras bersisik, lecet yang disebabkan oleh pemakaian popok/diapers secara langsung maupun tidak langsung pada bayi. Bayi merupakan periode awal manusia yang memiliki struktur anatomi dan fisiologi yang belum berkembang. Kulit bayi relatif lebih tipis dan fungsi perlindungan yang belum sempurna menyebabkan bayi lebih rentan terhadap infeksi atau gangguan kulit. Dengan demikian, untuk menghindari terjadinya dermatitis diapers maka perlu dilakukan perawatan perianal yang benar dan sesuai. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perawatan perianal bayi dengan kejadian dermatitis diapers pada bayi usia 0-6 bulan yang menggunakan diapers. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Pengambilan data dilakukan secara total sampling dengan jumlah sampel sebesar 56 orang. Data diambil dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner yang telah diuji validitas dan realibilitasnya serta observasi langsung kejadian dermatitis diapers pada bayi. Kemudian data dianalisa menggunakan uji Chi-Square. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu/pengasuh di Wilayah Kelurahan Ketawanggede Malang sebagian besar (71.4%) melakukan perawatan perianal bayi tidak sesuai dan bayi mengalami dermatitis diapers sebanyak 16.1%. Hasil uji Chi-Square (r= -0.277 dengan p=0.038) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perawatan perianal bayi dengan kejadian dermatitis diapers pada bayi usia 0-6 bulan yang menggunakan diapers.
Kata kunci: perawatan perianal bayi, kejadian dermatitis diapers, bayi usia 0-6 bulan yang menggunakan diapers

Abstract
Dermatitis diapers is florid seeing red and skin that scaly it caused by diapers used directly or indirectly for infant. Infant is an early human period that has not been developed yet. Infant skin is tiner relatively and more susceptible to get infection or skin disturbance. In short, perianal care of infant an appropriate is to avoid the dermatitis diapers incident. The purpose of this research is to know the relationship between the perianal care of infant and dermatitis diapers incident at infant 0-6 months old which use diapers. The research uses cross sectional design. The data are collected by using a total sampling with 56 people as the samples. Data are taken by using a method direct observation for dermatitis diapers incident and use questionnaires that their validity and reliability have been checked as the research instrument. As the next step, the data are analyzed by using chi-square test. The result of the research shows that most of (71.4%) mother/caretaker in Ketawanggede Region Malang have an inappropriate perianal care of infant and dermatitis diapers incident at infant is 16.1%. the result of chi-square test (r= -0.277 with p=0.038) shows that there is a significant relationship between perianal care of infant and dermatitis diapers incident at infant 0-6 months old which use diapers.
Keywords: perinal care of infant, dermatitis diapers incident, infant 0-6 months old which use diapers
PENDAHULUAN
Memiliki anak yang sehat merupakan dambaan semua orang tua. Kunci utama orang tua untuk mewujudkannya adalah menerapkan pola hidup sehat sejak dini dan memberi perawatan yang sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak, tujuannya adalah untuk menghindari dan mencegah timbulnya penyakit yang mungkin terjadi. Salah satu keadaan yang harus diketahui oleh orang tua adalah kesehatan kulit bayi. Berbeda dengan kulit orang dewasa, kulit bayi lebih tipis, halus, dan memiliki kandungan air yang cukup tinggi pada lapisan dalamnya serta memiliki fungsi perlindungan yang belum berkembang dengan sempurna sehingga kulit bayi akan lebih peka dan lebih mudah mengalami gangguan.³°
Gangguan kulit yang biasa timbul pada bayi berupa ruam kulit yang dikenal dengan dermatitis diapers atau ruam popok.28 Dermatitis diapers adalah gangguan kulit berupa bercak kemerahan meradang disertai kulit yang keras bersisik, berbintil, bahkan melepuh dan lecet yang menimbulkan gatal dan perih pada kulit bayi.¹² Menurut Maya (2004), dermatitis diapers merupakan peradangan kulit di daerah yang tertutup popok yang paling sering dialami oleh bayi atau anak-anak.
Dermatitis diapers atau ruam popok ini mengenai 7-35% dari populasi bayi dan kurang lebih 50% bayi dan anak yang menggunakan popok pernah mengalaminya).7 Berdasarkan laporan Journal of Pediatrics Dermatology, penelitian di Inggris menemukan 25% dari 12.000 bayi berusia 4 minggu mengalami ruam popok.27 Selain itu berdasarkan hasil penelitian langsung yang dilakukan di klinik bersalin Sally Medan, angka kejadian ruam popok sebanyak 39,4% dari 66 bayi berusia neonatus yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. ¹²
Gangguan kulit ini biasanya menyerang bagian tubuh bayi yang tertutup popok. Daerah yang terserang biasanya area genitalia, area sekitar anus, lipatan paha, dan pantat. Ketika bayi buang air maka akan ada kontak langsung antara kulit bayi dengan air kencing atau feses yang nantinya akan menimbulkan iritasi jika tidak segera dibersihkan. Bayi yang mengalami dermatitis diapers ini memiliki gejala yang bervariasi. Gejala awal biasanya berupa kemerahan ringan di kulit daerah sekitar popok yang bersifat terbatas disertai dengan lecet-lecet ringan atau luka pada kulit.4 Disamping itu juga dermatitis diapers ini akan berdampak buruk pada kesehatan bayi.
Dampak dermatitis diapers ini meliputi terjadinya infeksi pada daerah perianal bayi yang nantinya akan mengganggu kenyamanan tidur bayi dan bayi akan rewel terutama ketika BAB/BAK.7 Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya dermatitis diapers maka perlu dilakukan perawatan perianal yang benar.
Perawatan perianal bayi merupakan perawatan pada daerah yang tertutup popok pada bayi. Perawatan ini meliputi perawatan pada area genitalia, area sekitar anus, lipatan paha serta pantat bayi.¹³ Perawatan perianal ini penting untuk menjaga kesehatan kulit bayi, khususnya pada daerah genitalia bayi yang merupakan bagian yang sangat sensitif. Bagian pantat bayi dibersihkan agar tidak lembab serta menghindari pemakaian bedak karena hal ini dapat menyebabkan infeksi. Selain itu juga hal yang perlu diingat oleh orang tua ketika menggunakan diapers pada bayi.7
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Kelurahan Karang Besuki, Kelurahan Dinoyo, dan Kelurahan Ketawanggede. Dari ketiga kelurahan tersebut, diperoleh data bahwa jumlah ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan lebih banyak ditemui di Wilayah Kelurahan Ketawanggede. Di wilayah tersebut peneliti mendapatkan data 7 dari 10 orang ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan yang menggunakan diapers mengatakan bahwa mereka masih menggunakan bedak ketika melakukan perawatan perianal pada bayinya serta beberapa ibu juga masih kurang benar dalam melakukan penggantian diapers yaitu sekitar 5-8 jam sekali baru dilakukan penggantian diapers. Selain itu berdasarkan hasil observasi peneliti diperoleh data dari 10 bayi usia 0-6 bulan yang menggunakan diapers 3 diantaranya memperlihatkan tanda dan gejala dari dermatitis diapers seperti kulit kemerahan pada daerah pantat dan lipatan paha bayi.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan perawatan perianal bayi dengan kejadian dermatitis diapers pada bayi usia 0-6 bulan yang menggunakan diapers di Wilayah Kelurahan Ketawanggede Malang.

METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi analitik korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini adalah ibu/pengasuh yang memiliki/merawat bayi usia 0-6 bulan yang menggunakan diapers yang ada di wilayah Kelurahan Ketawanggede Malang yang memenuhi kriteria inklusi. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 56 responden. Dalam penelitian ini menggunakan teknik nonprobability sampling yaitu total sampling adalah suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel dari semua populasi yang sesuai dengan kriteria inklusi. Untuk teknik pengumpulan data dilakukan dengan instrumen penelitian berupa kuisioner dan observasi langsung pada bayi. Data yang terkumpul kemudian ditabulasi dalam tabel distribusi frekuensi dan persentase untuk analisa data univariat dan untuk analisa data bivariat menggunakan uji korelasi chi square.
HASIL PENELITIAN
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar pengasuh di kelurahan Ketawanggede Malang melakukan perawatan perianal yang tidak sesuai pada bayi yang menggunakan diapers yaitu sebanyak 40 orang (71.4%) dan yang sesuai sebanyak 16 orang (28.6%).

Sedangkan untuk hasil observasi kejadian dari dermatitis diapers diperoleh data bahwa sebagian besar bayi tidak mengalami dermatitis diapers yaitu sebanyak 47 anak (83.90%) dan bayi yang mengalami dermatitis diapers sebanyak 9 anak (16.10%).


Tabel 1 Hubungan Perawatan Perianal Bayi Dengan Kejadian Dermatitis Diapers

Perawatan Perianal Bayi
Kejadian Dermatitis Diapers

Total

Nilai Signifikansi (Chi square)
Nilai Korelasi
Terjadi
Tidak Terjadi

-0.277
N
%
N
%
N
%
Tidak Sesuai
9
16.1%
31
55.3%
40
71.4%

0.038 (p<0.05)
Sesuai
0
0%
16
28.6%
16
28.6%
Total
9
16.1%
47
83.9%
56
100%

Berdasarkan tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden melakukan perawatan perianal yang tidak sesuai pada bayinya dan terdapat 9 bayi (16.1%) yang mengalami dermatitis diapers. Sedangkan responden yang melakukan perawatan perianal dengan sesuai ternyata tidak ada bayi yang mengalami dermatitis diapers.                            
Dari data diatas kemudian dicari hubungan antara perawatan perianal bayi dengan kejadian dermatitis diapers pada bayi usia 0-6 bulan yang menggunakan diapers dengan menggunakan korelasi spearman diperoleh nilai korelasi sebesar -0.277 dengan signifikansi 0.038 (p<0.05). Arah korelasi negatif menunjukkan bahwa jika perawatan perianal bayi sesuai maka tidak terjadinya dermatitis diapers dan sebaliknya jika perawatan perianal bayi tidak sesuai maka terjadi dermatitis diapers pada bayi. Dengan demikian maka hipotesis diterima dan dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan yang signifikan antara perawatan perianal bayi dengan kejadian dermatitis diapers pada bayi usia 0-6 bulan yang menggunakan diapers di Kelurahan Ketawanggede Malang.

PEMBAHASAN
Adapun hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Ketawanggede ini menunjukkan bahwa perawatan perianal bayi yang dilakukan oleh ibu/pengasuh sebanyak 71.4% dilakukan secara tidak sesuai sedangkan sebanyak 28.6% pengasuh melakukan perawatan perianal bayi secara sesuai. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pengasuh yang ada di wilayah kelurahan Ketawanggede melakukan perawatan perianal tidak sesuai pada bayinya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengasuh dalam memberikan perawatan perianal pada bayi, salah satunya usia. Usia adalah indikator yang dapat digunakan untuk menunjukkan kematangan pribadi seseorang. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sebesar 14.3% perawatan perianal bayi dilakukan secara sesuai oleh pengasuh yang berusia 21-30 tahun, 12.5% dilakukan oleh pengasuh yang berusia 31-40 tahun sedangkan perawatan perianal secara sesuai yang sangat sedikit adalah pengasuh dengan usia 41-50 tahun yaitu sebesar 1.8%. Hal ini dapat terjadi kemungkinan disebabkan oleh responden dalam penelitian ini mayoritas pengasuh yang berusia 21-30 tahun yaitu sebanyak 30 orang (53.6%).
Menurut Putri (2009) menyatakan bahwa pada usia muda yaitu usia 21-30 tahun cenderung menerapkan pola asuh yang demokratis dan sering membaca artikel atau buku yang berkaitan dengan kesehatan anak. Sehingga dengan demikian pengasuh akan memiliki banyak informasi dalam merawat anak khususnya ketika melakukan perawatan perianal bayi. Sementara ibu yang lebih tua cenderung lebih mengedepankan pengalaman dalam merawat anak padahal kenyataannya, pengalaman itu sendiri masih belum tentu sesuai dengan perawatan yang semestinya dilakukan pada bayi. Jadi dapat disimpulkan bahwa perbedaan cara pola asuh dan tingkat keseringan membaca artikel atau buku oleh pengasuh dengan usia yang berbeda dapat menimbulkan perawatan perianal bayi yang dilakukan berbeda pula.
Pendidikan terakhir pengasuh juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tindakan pengasuh dalam melakukan tindakan perawatan perianal bayi. Menurut Notoatmodjo (2003) pendidikan mempunyai peranan penting dalam menentukan kualitas hidup manusia. Tingkat pendidikan ini dikaitkan dengan kemampuan dalam menyerap dan menerima informasi. Dari hasil penelitian didapatkan data bahwa sebagian besar pengasuh yang melakukan tindakan perawatan perianal dengan sesuai adalah ibu yang berpendidikan terakhir SMA dan perguruan tinggi yaitu masing-masing sebanyak 19.6% dan 8.9%.
Menurut Hertherington & Parke dalam Pertranto (2006) mengatakan bahwa orang tua dengan latar belakang pendidikan tinggi dalam praktik merawat anak akan cenderung mengikuti kemajuan perkembangan anak, sedangkan orang tua dengan latar pendidikan rendah memiliki pengetahuan dan pemahaman yang terbatas mengenai kebutuhan untuk tumbuh kembang anaknya.
Pernyataan ini sesuai dengan Naingolan (2009) bahwa pengetahuan seseorang diperoleh dari pendidikan, baik itu pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Semakin tinggi pendidikan maka akan semakin tinggi pula tingkat pengetahuan pengasuh dalam melakukan perawatan pada bayi sehingga hal ini akan mempengaruhi tindakan pengasuh pula dalam hal perawatan tersebut.
Dermatitis diapers merupakan gangguan kulit berupa bercak kemerahan meradang disertai kulit yang keras bersisik, berbintil, bahkan melepuh dan lecet yang menimbulkan gatal dan perih pada kulit bayi.12 Hasil penelitian yang menggunakan responden sebanyak 56 bayi di wilayah kelurahan Ketawanggede ini memperlihatkan sebanyak 16.1% terjadi dermatitis diapers pada bayi dan sebanyak 83.9% tidak terjadi dermatitis diapers pada bayi. hasil penelitian ini sesuai dengan laporan Journal of Pediatrics Dermatology, penelitian di Inggris menemukan 25% dari 12.000 bayi berusia 4 minggu mengalami ruam popok.26 Selain itu juga berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di klinik bersalin Sally Medan, angka kejadian dermatitis diapers sebesar 39,4% dari 66 bayi berusia neonatus yang dijadikan sampel dalam penelitian ini.14
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa bayi yang mengalami dermatitis diapers lebih banyak terjadi pada bayi yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 55.6% sedangkan pada bayi yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 44.4%. Sesuai dengan pernyatan Rurian (2008) bahwa bayi yang berjenis kelamin perempuan akan memiliki peluang lebih besar untuk terjadinya dermatitis diapers dibandingkan bayi laki-laki khususnya pada daerah genitalia bayi. Hal ini dikarenakan pada bayi perempuan area sekitar genitalianya lebih tebuka dibandingkan bayi laki-laki sehingga gangguan kulit atau infeksi kuman/bakteri lebih mudah terjadi pada bayi perempuan.
Selain itu juga, berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa bayi yang mengalami dermatitis diapers lebih banyak terjadi pada bayi yang berusia 6 bulan dengan prosentase sebesar 44.4% sedangkan pada bayi yang berusia 0 bulan dan 2 bulan tidak ada bayi yang mengalami dermatitis diapers.
Sesuai dengan pernyataan Fazriyati (2011) bahwa dermatitis diapers biasanya dialami bayi yang berusia beberapa minggu hingga 18 bulan. Namun pada usia 6-9 bulan angka kejadian dermatitis diapers relatif tinggi, hal ini dapat terjadi karena pada usia tersebut, orangtua sudah mulai memberikan makanan padat pendamping ASI. Perubahan pola makan ini mempengaruhi pola pencernaan serta akan mengubah pH feses menjadi lebih alkalis. Dengan pH yang alkalis inilah kulit akan lebih mudah mengalami iritasi/infeksi, dan stratum korneum akan lebih permeabilitas terhadap iritan.
Namun pernyataan diatas sedikit bertolak belakang dengan hasil penelitian dari Manullang (2010) bahwa angka kejadian dermatitis diapers pada neonatus yaitu sebanyak 26 orang (39,4%) dari 66 responden yang ada. Hal ini terjadi karena pada bayi baru lahir, kondisi kulitnya yang relatif lebih tipis, lebih halus dan memiliki fungsi perlindungan yang masih belum sempurna sehingga menyebabkan bayi lebih rentan terhadap infeksi, iritasi dan alergi.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data untuk mengetahui hubungan perawatan perianal bayi dengan kejadian dermatitis diapers pada bayi usia 0-6 bulan yang menggunakan diapers digunakan uji korelasi Chi-Square diperoleh nilai signifikansi 0.038 (p<0.05) yang menunjukkan bahwa korelasi antara perawatan perianal bayi dengan kejadian dermatitis diapers pada bayi usia 0-6 bulan yang menggunakan diapers adalah bermakna. Dengan demikian maka H1 diterima dan dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan antara perawatan perianal bayi dengan kejadian dermatitis diapers pada bayi usia 0-6 bulan yang menggunakan diapers di Wilayah Kelurahan Ketawanggede Malang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden (16.1%) melakukan perawatan perianal bayi tidak sesuai yang bayinya mengalami dermatitis diapers. Hal ini sesuai dengan pernyataan Manullang (2010) bahwa perawatan perianal yang baik penting dilakukan untuk mencegah terjadinya ruam popok. Manfaat yang diperoleh dari perawatan perianal bayi ini adalah dapat mencegah terjadinya dermatitis diapers pada bayi.13
KETERBATASAN PENELITIAN
1.      Mekanisme pengambilan data, yaitu peneliti dengan cara memberikan kuesioner yang diisi oleh responden sendiri melalui kunjungan ke tempat tinggal responden sehingga ada beberapa responden yang meminta kuesioner yang diberikan peneliti untuk ditinggal sementara waktu akibatnya ada beberapa kuesioner yang tidak dapat kembali ke peneliti.
2.      Peneliti tidak memasukkan tingkat penghasilan keluarga dalam kuesioner yang diberikan pada responden sehingga peneliti tidak dapat mengetahui status ekonomi keluarga dari responden yang ada. Padahal tingkat penghasilan ini merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi orang tua dalam memberikan perawatan perianal pada bayinya.

KESIMPULAN
ada hubungan antara perawatan perianal bayi dengan kejadian dermatitis diapers pada bayi usia 0-6 bulan yang menggunakan diapers di Wilayah Kelurahan Ketawanggede Malang
SARAN
1)      Pihak tenaga kesehatan diharapkan mampu memberikan konseling dan informasi kepada orang tua khususnya ibu tentang cara mencegah terjadinya dermatitis diapers pada bayi melalui perawatan perianal bayi yang benar dan sesuai.
2)      Untuk penelitian yang selanjutnya disarankan untuk mengetahui tindakan perawatan perianal bayi yang dilakukan oleh pengasuh dengan cara observasi langsung dan wawancara (kualitatif) dan menggunakan populasi yang lebih besar sehingga dapat mendapatkan hasil yang lebih akurat.



DAFTAR PUSTAKA
1.     Arief, Al. 2005. Cara Benar Merawat Bayi, http://images.arikbliz.multiply.multiplycontent.com /attachment/0/SYavOgoKCIoAAA@aEs1/merawatbayi.pdf?nmid=189430843, diakses tanggal 14 Mei 2011
2.  Arifianto. 2007. Nappy Rush/ Ruam Popok, http://images.temmytl.multiply.multiply content.com/attachment/0/SO78dgoKCEEAADFQdFo1/nappy%20rash.pdf?nmid=119468253, diakses 12 Mei 2011
3.                 Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur penelitian, Rineka Cipta, Jakarta
4.                 Boediardja, S.A. 2003. Infeksi Kulit pada Bayi & Anak, FKUI, Jakarta
5.                 Fazriyati, W. 2011. Tindakan Dini AtasiRuamPopok,http://www.compas.com, diakses tanggal 12 Januari 2012
6.                 Gupte, Suraj. 2004. Panduan Perawatan anak, Pustaka Populer Obor, Jakarta
7.   Handaryati, Lucky. 2003. Uji Banding Salep Ketonasol 2% dan Seng Oksida 10%padaDermatitisPopok,http://eprints.undip.ac.id/14794/1/2003FK665.pdf, diakses tanggal 14 Mei 2011
8.                 Hasan, Maimunah. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini, Divapress, Yogyakarta
9.                 Indivara, Nadia. 2009. 200 Tips Ibu Smart Anak Sehat, Pustaka Anggrek, Yogyakarta
10.             Irwan. 2008. Popok Bayi, http:// dokteranakku.com, diakses tanggal 20 Juni 2011
11.      Kusantati, Herni. 2009. Anatomi FisiologiKulit,http://www.crayonpedia.org/ mw/BSE: Anatomi Fisiologi Kulit_10.1(Bab_3)Herni Kusantati,diakses tanggal 21 September 2011
12.          Manullang, Yessi F. 2010. Pengetahuan dan Tindakan Ibu dalam Perawatan Perianal Terhadap Pencegahan Ruam Popok pada NeonatusdiKlinikBersalin,http://reposit ory.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/18663/pdf,diakses tanggal 12 Mei 2011
13.          Manullang, Yessi F. 2010. Pengetahuan dan Tindakan Ibu dalam Perawatan Perianal Terhadap Pencegahan Ruam Popok pada Neonatus di Klinik BersalinMedan, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18663/7/ Cover.pdf, diakses tanggal 15 Mei 2011
14.          Manullang, Yessi F. 2010. Pengetahuan dan Tindakan Ibu dalam Perawatan Perianal Terhadap Pencegahan Ruam Popok pada Neonatus di Klinik Bersalin Medan http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18663/3/Chapter%20IIIVI.pfdiakses tanggal 15 Oktober 2011
15.             Mu’tadin, Z. 2003. Peran Orang tua Berdasarkan Urutan Anak (Jumlah Anak), www.keluarga bahagia.com, diakses tanggal 5 Januari 2012).
16.             Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metode Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta
17.             Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku, Rineka Cipta, Jakarta
18.             Nugra. 2007. Petunjuk Praktis Merawat 6 Bagian Tubuh Bayi, http:// Petunjuk Praktis Merawat 6 Bagian Tubuh Bayi « Pustaka Digital Ibu dan Anak.html. Diakses tanggal 13 September 2011
19.             Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instumen Penelitian Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta
20.         Nursalam, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk Perawat dan Bidan), Salemba Medika, Jakarta
21.             Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, proses, dan praktik, EGC, Jakarta
22.             Putri, Carina. 2009. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Ibu Tentang Dermatitis Diapers, http :// digilib.umm.ac.id /files/disk1/347/ jiptummpp-gdl-s1-2009carinaputri-17321-Pendahuluan.pdf, diakses tanggal 5 Januari 2012
23.             Retayasa, W. 2008. Dermatitis Popok dalam Gangguan Kulit pada Bayi Baru Lahir, Buku Ajar Neonatologi Edisi I, IDAI, Jakarta
24.       Rosfanty.2009. Anatomi dan Kulit, http://www.anatomi-dan-fisiologi-kulit bagus.html, diakses tanggal 10 Oktober 2011
25.   Schiazza, Luciano. 2009. Perianal Streptococal Dermatitis, http:// www.lucianoschiazza.it/ Documenti %20new/Dermatite_perianale_eng .html, diakses tanggal 10 Oktober 2011
26.  Shazia, et al. 2007. Diaper Dermatitis-Frequencyand Contributory Factors in HospitalAttendingChildren,http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?vid=6&hid=107&sid=277605c6-29354269be8ee09f420e2c040sessionmgr112, diakses tanggal 27 Juli 2011
27.             Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner&Suddarth/editor, Smeltzer, Suzanne C, Brenda G. Bare; alih bahasa, Agung Waluyo ed.8. EGC, Jakarta
28.             Soepardan, S. 2001. Panduan Perawatan Bayi Sakit, Puspa Swara, Jakarta
29.  Tanjung, Chairiyah. 2010. Dermatitis Popok.http://ebookfreetoday.com/view-pdf.php?bt= %3Cb%3EDermatitis-Popok%3C/b%3E-Oleh-:-dr.Chairiyah-Tanjung,-SpKK%28K%29-Dermatitis&%3Cb%3E...%3C/b%3E&lj=http://ocw.usu.ac.id/course/download/11100012-dermatomusculoskeletal-system/dms. 146slidedermatitispopok.pdf, diakses tanggal 10 Oktober 2011
30.             Wong, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol 1, EGC, Jakarta